Sabtu, 13 Agustus 2011

Chapter 5 : Sebuah kebahagiaan


Terus terang, sebulan sebelum SNMPTN berlangsung saya benar-benar belum siap. Belum ada satupun soal tipe SNMPTN yang pernah saya kerjakan, kecuali soal Try Out di awal masa bimbel yang itupun saya kerjakan tanpa berpikir alias asal jawab. Sedangkan hampir tiga bulan sebelumnya saya habiskan untuk berlatih soal tipe UN, fokus UN dulu tanpa memikirkan SNMPTN. Jadi perjuangan SNMPTN saya benar-benar diawali dari nol.
Karena ketatnya tes SNMPTN, maka dibutuhkan beberapa strategi untuk belajar dan memilih jurusan yang diinginkan. Saya sendiri telah jauh-jauh hari memperbincangkannya dengan orang tua saya pilihan jurusan apa yang sebaiknya saya ambil. Pada awalnya saya ingin masuk ITB. Namun seiring banyaknya info yang beredar di internet, tentang bagaimana berat dan mahalnya kuliah di sana, saya akhirnya harus mengubur cita-cita itu. Memang seorang teman pernah berkata kepada saya “Saat ini memang aku ga punya uang, tapi ingat, Allah Maha Kaya”, tapi maaf teman, saya tidak se-pintar dan se-bernyali dirimu.
Akhirnya saya memutuskan untuk memilih arsiteltur ITS sebagai tujuan saya. Disamping ITS memang jauh lebih murah dibanding ITB, kapasitas otak saya pun masih memberikan dukungannya disini. Beruntunglah orang tua saya adalah tipe orang tua yang sangat demokratis, mereka memberi saya kebebasan untuk memilih jurusan apa yang saya inginkan tanpa memaksakan kehendak mereka.
Perjuangan pun di mulai, selama satu bulan lamanya saya, dan saya yakin sama halnya dengan semua teman saya yang lain, berkutat dengan bimbel, soal, rumus, dan semua yang berhubungan dengan tes SNMPTN. Saya sendiri memiliki kiat-kiat tertentu dalam mempersiapkan tes ini. Setiap pagi sampai siang saya sibuk dengan bimbel. Siang sampai sore hari saya gunakan untuk beristirahat. Sedangkan malam hari benar-benar saya gunakan untuk belajar. Ya memang sebelum itu saya dan Dina ( baca postingan awal untuk mengetahui sipa Dina yang saya maksud ) telah berjanji untuk tidak saling mengganggu waktu belajar satu sama lain. Kami menetapkan waktu belajar yaitu selepas shalat magrib sampai pukul sembilan malam.
Saya sebenarnya bukan orang yang benar-benar tahan dalam mengerjakan soal-soal. Saya tipe orang yang lebih suka membaca. Jadi dalam belajar pun, saya lebih suka membaca penyelesaian soal, tentunya sambil mencari tahu darimana jawaban soal tersebut berasal. Dalam mengerjakan soal, dua jam adalah waktu maksimal yang dapat saya lalui. Selepas itu saya sudah tidak dapat memfokuskan pikiran lagi. Sedangkan Dina bisa sampai lebih dari tiga jam. Jadi dapat dikatakan Dina lebih rajin daripada saya.
Satu-satunya hal yang mengganggu fokus tes SNMPTN saya adalah karena adanya SNMPTN Undangan. Ya,,SNMPTN Undangan telah memberikan ‘iming-iming’ yang membuat kami sedikit mengabaikan tes SNMPTN. Kami semua berharap dapat diterima melalui jalur SMPTN Undangan ini. Namun jadwal pengumuman hasil SNMPTN Undangan ini berada di tengah-tengah bulan perjuangan SNMPTN kami. Jadi mau-tidak mau, kami harus mempersiapkan tes SNMPTN sejak awal tanpa menaruh harapan penuh pada SNMPTN Undangan.
Malam itu. Satu jam sebelum Prom Night dimulai, saya dan para Ranger Buntu sedang menunggu hasil pengumuman SNMPTN Undangan dengan harap-harap cemas di markas kami, di kamar sang fotografer. Situs yang sempat bocor sore itu mendadak tertutup kembali. Satu-satunya jalan adalah menunggu sampai pukul tujuh malam, saat situs tempat hasil pengumuman benar-benar dibuka. Tapi masalahnya, Prom Night dimulai setengah jam sebelum waktu tersebut. “Yo opo iki ?” “Budal ae wes !”.
Sesampainya di tempat parkir Convention Hall, tempat acara dilangsungkan, jam menunjukkan pukul tujuh lewat beberapa menit. Ipad dan koneksi internet disiapkan dalam mobil. Situs dibuka. Satu persatu nomor kami dimasukkan. Dari enam orang yang ada di dalam mobil, lima yang mengikuti SNMPTN Undangan, dan cuma satu diantara kami yang dinyatakan lolos. Sang fotografer.
Hidup kembali berjalan. Waktu tes semakin dekat, dan waktu pendaftaran sudah hampir ditutup. Sekali lagi, entah kenapa pilihan saya semakin goyah. Saya bingung mau memilih jurusan apa. Kalaupun arsitektur baiknya dipilih sebagai pilihan pertama atau kedua, lalu pilihan lainnya apa. Karena keadaan yang makin galau, saya memutuskan untuk melakukan Shalat Istikhoroh. Memohon kepada Allah petunjuk, jalan yang dikehendakiNya untuk masa depan saya.
Shalat Istikhoroh terakhir saya lakukan selepas Shalat Jumat di masjid As-Salam SMADA. Setelah selesai, saya turun untuk mengambil sepatu dan bersiap pulang. Ketika sedang memasangkan sepatu pada kaki saya, terdengar teman saya salah satu Ranger Buntu tengah berbincang. “Aku milih Teknik Lingkungan sama Teknik Kelautan, Lingkungan pilihannya ibuku Kelautan pilihanku”. Tiba-tiba saya tertarik pada perbincangan itu. “Teknik Kelautan itu apa se ?” “Pokoknya sipilnya laut” “Kerjanya ?” “Bisa di pertambangan minyak lepas pantai”. Dan Allah pun menunjukkan jalanku. Jalan yang juga direstui oleh orang tuaku, bahkan kali ini mereka lebih antusias.
Satu bulan menganggur setelah tes SNMPTN akhirnya mendekati ujungnya. Hari itu sungguh benar-benar sangat menegangkan. Alhamdulillah dua hari sebelumnya telah ada pengumuman yang menyatakan saya lolos tes PENS-ITS, jadi paling tidak saya telah memiliki cadangan sekolah. Jarum jam perlahan mendekati angka tujuh. Masih ada setengah jam untuk Sholat Isya dan berdoa lebih keras di surau. Selepas itu, yang ada hanya kepasrahan menekan tuts keyboard memasukkan nomor ujian saya.
Lalu ibu saya yang baru selesai dari shalatnya menghampiri, “Gimana ?”. Dengan hati yang masih berdegup kencang, saya genggam tangan beliau, berkata dengan senyum menggantung cerah “Ma, aku anak ITS”. Subhanallah,,air mata sampai menetes dari mata beliau. Juga dari sela sujud syukur saya. Allah telah memberikan anugrah terindahNya malam itu, dalam tujuh belas tahun hidup saya. Doa saya dan semua orang-orang tercinta saya telah dijawab malam itu. Hanya ucapan syukur tak henti-henti yang dapat kami persembahkan.
Allah memberi anugrahnya bukan hanya pada saya malam itu, juga pada banyak sekali teman-teman saya, termasuk Dina. “We did it, yes we did it”, saya dan Dina telah sama-sama berhasil hari itu. Juga banyak teman lain. Melihat timeline jejaring sosial saya berjalan dengan banyak ucapan syukur, saya sendiri ikut terlarut dalam perasaan itu. Rasanya senang sekali, lebih dari sebuah kegembiraan, melihat teman-teman saya yang telah melebihkan usahanya selama beberapa bulan ini mendapatkan apa yang mereka inginkan. Suatu kegembiraan yang benar-benar bebas. Lepas. Alhamdulillah Ya Rabb. Alhamdulillah.
Pagi itu saya berangkat ke ITS dengan pakaian putih-hitam untuk mengikuti kegiatan pelatihan ESQ hari kedua. Kali ini sebagai calon mahasiswa baru ITS. Sebuah kebahagiaan baru mengembang dalam diri saya. Semalam, ibu memberi tahu satu hal kepada saya, “Papamu bangga banget kamu masuk ITS, seneng banget kelihatannya”. Dan sekali lagi syukur saya panjatkan. Hari ini, paling tidak saya telah membuat orang tua saya bangga. Meskipun masih banyak anak tangga yang harus saya lewati untuk menuju kesuksesan, paling tidak saat ini saya telah berhasil menduduki satu tangga sebagai awal langkah menuju anak tangga paling atas. Saya akan membuat orang tua saya bangga, bukan hanya sekali, tapi akan saya lakukan sebanyak apapun yang saya bisa. Dengan izin Allah saya akan melakukannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar