Jumat, 06 Februari 2015

PAJAK YANG BIKIN STRES



Berikut merupakan curahan hati ayah saya tentang berkelitnya sistem perpajakan negeri ini :

Saya Wajib pajak di Kecamatan Tegalsari Surabaya. Saya mempunyai CV dan menjadi rekanan kecil di beberapa kantor milik pemerintah seperti RSJ Menur dan Dinas Pendidikan. Belakangan saya dibuat stres oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Surabaya Tegalsari. Terdapat perbedaan kebijakan peraturan yang berlaku di kedinasan kota Surabaya dengan peraturan yang dikeluarkan oleh Dirjen Pajak, dan saya sebagai wajib pajak merasa menjadi korban. Pada dinas-dinas di kota Surabaya, pajak dari setiap proyek yang saya kerjakan telah dipungut oleh bendaharawan sebesar 1,5% (Merujuk pada peraturan lama) sedangkan peraturan baru dari Dirjen Pajak adalah sebesar 1%. Namun kedua lembaga tersebut kurang berkoordinasi dengan baik sehingga satu sama lain tetap kekeuh menjalankan seperti tersebut. Dari proyek-proyek yang telah saya kerjakan di beberapa dinas tersebut terdapat perbedaan jumlah pengeluaran pajak 0,5% seperti diatas, dalam kasus saya SEMESTINYA pajak saya lebih bayar Rp. 3.500.000,00 Karena telah ditarik pajak oleh bendaharawan dinas sebesar 1,5% sedangkan yang seharusnya masuk ke kantor pajak adalah 1%, jadi logikanya kan pajak hutang ke saya 0,5%. Pada awalnya KPP Pratama Tegalsari menunjukkan data-data seperti tersebut. Namun lama-kelamaan KPP Pratama Tegalsari, yang untuk selanjutnya dikerjakan oleh Bapak Enrico mulai mencla-mencle. Beberapa saat kemudian Bapak Enrico mengatakan bahwa justru saya yang memiliki tanggungan ke pajak sebesar Rp. 1.800.000,00 yang entah didapat dari data mana, sepertinya pihak pajak MENCARI-CARI KESALAHAN, bahkan ada data yg dilampirkan diambil dari pajak sekitar tahun 2000an awal, ini kan data sudah lebih dari 10 tahun lalu? Kalau pun saya ada tanggungan pada tahun itu mengapa baru diberitahukan lebih dari 10 tahun kemudian? Berikutnya Bapak Enrico mencle lagi dengan menyebutkan saya tidak ada tanggungan Rp. 1.800.000,00 seperti diberitakan sebelumnya, tapi lebih bayar Rp. 500.000,00. Setelah saya teliti dari data-data yang diberikan beliau mengenai lebih bayar Rp. 500.000,00 ini (Yang padahal secara logika matematika harusnya saya lebih bayar Rp. 3.500.000,00) ternyata saya temukan DATA SAYA TELAH DIOTAK-ATIK DAN DIGANTI oleh Bapak Enrico. Data yang DIGANTI adalah data HARGA BELI BARANG PROYEK saya, padahal harga tersebut adalah HARGA YANG SAYA DAPAT DARI PASAR DENGAN PEMBELIAN LANGSUNG, lantas kenapa Bapak Enrico merubahnya? APAKAH PAJAK MEMILIKI HAK UNTUK MENGGANTI HARGA BELI BARANG DARI WAJIB PAJAK? Terakhir, hari ini (6 Februari 2015) pihak KPP Pratama Tegalsari memberitahukan lagi bahwa ternyata saya tidak jadi terdapat lebih bayar melainkan mempunyai tanggungan Rp. 800.000,00. Mengapa pihak pajak dapat mencla-mencle seperti ini? Saya yang telah disiplin setiap bulan dan setiap tahun melaporkan pajak pengeluaran CV saya merasa jengkel, SUDAH RAJIN BAYAR PAJAK TETAP DAPAT MASALAH. Mohon pihak pajak menjelaskan semuanya secara clear dan tuntas. Terimakasih.

Selasa, 08 Juli 2014

Merantau

Mungkin saya adalah orang yang paling telat merantau. Teman-teman SMA atau SMP saya udah pada merantau ke Jogja, Bandung, Jakarta untuk melanjutkan kuliah. Teman-teman kampus saya sebagian besar juga perantauan baik dari berbagai kabupaten di Jawa Timur maupun di luar itu. Tapi saya sampai umur yang hampir menginjak 21 tahun ini belum pernah tinggal selain dengan keluarga, sampai tiba saat ini.

Kerja Praktek di jakarta mengharuskan saya untuk memilih dua opsi tempat tinggal : ngikut di rumah saudaranya temen, atau ngekos sendirian. Dan pilihan pun jatuh pada opsi kedua. Awalnya sih ketika masih di Surabaya sering bertekad untuk bisa hidup sendiri. Karena cepat atau lambat saya juga pasti harus meninggalkan rumah orang tua saya. Paling cepat tahun depan, paling lambat dua tahun lagi. Saya harus pergi..entah itu untuk melanjutkan studi atau mencari pekerjaan di kota atau pulau lain.

Tapi ternyata merantau itu tidak semudah yang saya bayangkan. Beberapa bulan lalu ketika adik saya harus tinggal 2 minggu jauh dari rumah di benua seberang dia sering mengeluh homesick, saya yang menguatkan dengan sok-sokan bilang "halah 2 minggu ae lho,ojo cemen ta". Dan ternyata saya kena batunya. Baru beberapa hari tinggal di perantauan dan saya sudah homesick tingkat angkut. Saya yang biasanya nyantai, jarang melow kecuali nonton drama asia, berubah seketika menjadi mellow-dramatic banget di tempat perantuan ini.

Penyebabnya sih terutama karena kurangnya rasa perhatian dari lingkungan sekitar, dan tidak adanya komunikasi dengan  pihak luar. Di kosan yang saya tinggali untuk 2 bulan kedepan ini semua penghuni kos sibuk dengan wilayah privasinya masing-masing. Tidak adanya komunikasi timbal-balik dengan lingkungan sekitar, ditambah dengan tidak adanya faktor teknologi penunjang komunikasi seperti televisi dan internet laptop praktis membuat hidup saya terasa seperti terkungkung dalam ruangan 3,5 x 3.5 meter yang sejuk tapi terisi sesak oleh aroma rindu dan kesepian.

Waktu siang hari, ketika masih berada di ruangan kantor terasa lebih mengasikkan. Ada tugas yang harus dikerjakan, ada teman yang menenami. dan ada senior yang membimbing. Namun ketika malam datang di kota ini, semua hiruk pikuk kota metropolitan berubah menjadi susasana kesepian yang menajam. Kerjaan saya kalau malam hari hanya ngenet lewat HP, baca komik, chatting, telpon sesekali. Sudah. Gitu aja.

Hubungan saya yang menginjak 4,5 tahun juga harus berubah pola. 4,5 tahun kami lalui tanpa pernah berjauhan, paling hanya ke luar kota beberapa hari. Namun ketika hitungan bulan harus memisahkan jarak di depan mata,maka cara komunikasi pun harus berubah. Yang tadinya jarang telpon kalo di Surabaya,disini hampir tiap hari.

Yang paling berat dari merantau ini adalah kesendiriannya. Ketika masih memiliki teman satu kos atau satu kontrakan, rasa rindu kepada keluarga dapat dibagi sama berat. Tapi ketika harus hidup sendiri tanpa siapapun, berbagai masalah harus dihadapi sendirian. Saat itulah baru terasa betapa kerasnya hidup ini. Terlebih bagi yang sepanjang umurnya belum pernah melakukan apa-apanya sendirian. Air mata yang jarang jatuh di rumah, disini terasa ringannya. Rindu yang kurang terasa ketika bersama, disini tertahan menyakitkan.

Saya mungkin masih belum lolos tahapan ini. Tapi cepat atau lambat saya harus berdamai dengan semua ini. Karena hidup nantinya masih akan lebih berat ketimbang saat ini.

...

Selain kebutuhan akan sandang, pangan, papan, dan colokan. Manusia membutuhkan satu lagi faktor penting dalam hidup yang disebut "Teman".


~Ditulis di kosan teman dalam rangka mencari teman~

Rabu, 11 Juni 2014

Storyline

Me (and Dina) have one same dream. To travel arround the world.

I remember the first time I finshed Edensor by Ikal,that feeling came up to me,..I will be like him,travel whole of Europe and a half of Africa,I will. Then I met Dina, after years we've been together then we realized we also have a same dream. Many,actually. But this is one from the list. We have a dream to travel,or just being a tourist in many beautiful countries.

And after half way studying in my department,I found other joyness part of being in this department. My seniors,alumnus of my department,is spread in many countries for work. Even in Indonesia,Offshore Engineers minimum place is in Batam,arround Natuna Sea,and other seas which Indonesia has. Also there are many of them live in Singapore and Malay. One of my (and dina.s) destination to live our life. And there are few of them in Europe and Uni Arab Emirates. Or at least many of them ever felt study,or took a job,or just travelled in these countries.

One of my fav alumnus named Vlad. He's an Offshore Engineer ITS,like me. He's a SMADABAYA also,like me. And he's young and successful,hopefully I will. He and his wife live in Singapore, got excellent job,young couple with a baby boy,and the best part..they ever gone to Dubai, US, Norway, France. Oh jeez. That is a life which me (and Dina) really want. Our dream life.

But back to reality,I'm just a seventh-semester-soon student. I do very close to my college last story. Then I'll work,absolutely not in this beloved city. I'll go from here,maybe Batam is a very good place to start my real life. Based on those alumnus storyline,they are made it through Batam way.

I'll go there..
very soon..

And I'll write my own storyline,just as good as them, or even better..


Soon..

PS : I always pray to God that Dina's name will always be there beside me in my storyline.

Rabu, 04 Juni 2014

Seimbang

Tiba-tiba ingin menulis blog tengah malam begini

Sekarang bulan Juni,satu bulan sebelum bulan juli. Emang di bulan Juli ada apa aja? Tahun ini sih bulan Juli lagi padat-padatnya. Yang paling utama bulan Juli tahun ini termasuk bulan Ramadhan,waktunya puasa dan kembali mendekatkan diri padaNya. Yang kedua bulan Juli tahun ini ada pemilihan Presiden Indonesia periode 2014-2019,ini nih yang jadi inspirasi tulisan ini. Yang ketiga keempat sih gak terlalu penting ya,cuma karena bulan Juli tahun ini ultah saya tepat dengan Hari Raya Idul Fitri dan jadwal Kerja Praktek yang juga di bulan Juli tapi masih belum pasti. Oke skip yang ini.

Di sini saya ingin bicara (or menulis) masalah tren yang lagi happening menjelang pilpres tahun ini. Ya sejak dulu reformasi dimulai, masa-masa sebelum pilpres selalu dikenal dengan kegiatan "Kampanye"nya. Kampanye sendiri dalam kbbi artinya ~ kam·pa·nye n 1 gerakan (tindakan) serentak (untuk melawan, mengadakan aksi, dsb); 2 kegiatan yg dilaksanakan oleh organisasi politik atau calon yg bersaing memperebutkan kedudukan dl parlemen dsb untuk mendapat dukungan massa pemilih dl suatu pemungutan suara ~ itu.
Tapi rupanya akhir-akhir ini tren cenderung berubah.
Perubahan pertama,karena sekarang jamannya social media jadi kampanye tahun ini kebanyakan bersarang di social media. Ini masih positif.
Nah tren yang kedua. Kampanye tahun ini bukan dilakukan dengan jalan menonjolkan visi misi or kehebatan para capres yang diusung. Tapi tren saat ini adalah dengan saling menjelek-jelekkan lawan (atau mungkin menjelekkan diri sendiri atas nama lawan) dengan berbagai kelemahannya. Si capres A dijelekkan sebagai seorang pelanggar HAM,dsb. Sedangkan si capres B dijelekkan sebagai boneka,antek barat,bahkan isu-isu SARA lainnya.
Parahnya lagi,lokasi saling ejeknya sudah gak jaman di jalanan. Yang ada sekarang saling ejek di social media. Tiap buka facebook isinya akun ini menyerang si A,akun itu menyerang si B. Tidak tanggung-tanggung,mereka yang terjebak dalam permainan saling cemooh ini mulai dari teman-teman satu kampus,alumni yang udah kerja di perusahaan besar,hingga suatu sistus yang mengusung keislaman.

Yang saya ingin kedepankan disini adalah mengenai 'KESEIMBANGAN'. Saya dari dulu selalu berusaha berpikir seimbang. Berpikir seimbang yang saya maksud disini adalah tidak menilai negatif satu pihak saja. Se-salah-salah-nya seseorang pasti ada sebuah alasan di balik semua itu. Prinsip saya dalam melihat suatu kasus yang melibatkan dua pihak atau lebih adalah cobalah untuk menempatkan diri kita sebagai semua pihak,bukan pihak tertentu saja. Baru ditarik kesimpulan dan jalan tengahnya bagaimana.

Pada kasus capres ini saya mengajak semua orang untuk Berpikir Seimbang. Jangan karena anda pendukung salah satu calon maka calon yang lain dapat anda jelek-jelekkan dan cemooh semaunya sendiri. Mereka juga manusia,mereka juga punya hati. Apakah kita mau diri kita dianggap sebagai pembunuh,penculik,pembohong,tidak beragama,hanya boneka,dan sebagainya. Kalaupun benar salah satu capres kita adalah penculik demonstran,maka tentunya dia punya alasan. Bisa saja itu karena perintah atasan,atau dalam upaya mengamankan negeri. Jika benar juga capres yang lain hanya boneka memangnya kenapa? Bukankah kita juga boneka dari orang tua,bos,ataupun mereka yang lebih memiliki kuasa?
Para capres itu memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing,hendaknya kita yang HANYA bertindak sebagai pemilih bersikap wajar saja dalam menanggapinya,tinggal pilih mana yang terbaik bagi masa depan kita. Kalau bisanya cuma protes sana sini,kenapa gak nyalonin aja jadi capres juga?

Prinsip Berpikir Seimbang ini hendaknya kita aplikasikan tidak hanya dalam menanggapi capres, namun juga dalam melihat permasalahan sehari-hari. Mulai dari masalah dimarahin ortu, pacar, hingga menentukan aliran keagamaan. Kita tidak dapat seenaknya saja berpikir dan menganggap kita adalah yang paling benar. Karena kebenaran itu sangat subjektif saat ini. Cobalah untuk memahami orang dan pemikiran lain. Jika memang tidak dapat untuk disatukan,maka hormatilah mereka. Bukankah melangkah bersama-sama meskipun tujuan akhirnya berbeda itu lebih baik,dari pada mengambil jalan yang berlawanan sejak awal?

Hidup itu harus seimbang.

Salah-Benar, terutama saat ini. hanyalah dua ruang yang disekat oleh selembar kain tipis.
Semu.



Catatan tengah malam di bulan Juni

Rabu, 05 Februari 2014

Kuliah

Setelah tiga tahun mengenyam bangku kuliah, dan setelah melihat perkembangan teman-teman dan diri saya sendiri, tiba-tiba saya menyadari satu hal.

Yes, We have grown up.

Coba kita sedikit flashback ke masa lalu, jaman SMA, masa yang paling indah katanya. Menurut saya semua tahap di hidup kita memiliki kesannya masing-masing. Semua ada enak-gak enak nya. Di setiap tahap itu juga pasti ada teman dan sahabat yang silih berganti. Yang ingin saya bicarakan disini adalah mengenai kedewasaan. Pada tahap SMA kita masih terjebak dengan kehidupan remaja, masih belum memikirkan mau kemana, jadi apa kita nantinya. Semua masih se-kehendak orang tua, atau kehendak guru juga mungkin. Hidup hanya untuk sekolah dan bermain.

Lalu lihat kita yang sekarang. Tahap kuliah benar-benar akan mengubah hidup anda. Apa yang anda,  kita ambil sebagai jurusan kita adalah masa depan yang kita tentukan. Mungkin tidak seratus persen, tapi banyak persen yang kita ambil, kita lakukan di dunia perkuliahan akan berpengaruh pada tahapan kehidupan kita nantinya. Bisa dikatakan pintu gerbang untuk sisa hidup kita kedepannya. Di sinilah kedewasaan kita berkembang. Kita akan menentukan hidup kita sendiri, kita akan jadi apa nantinya, dua tahun kedepan, lima tahun kedepan, sepuluh tahun kedepan. Kita yang menentukan kapan kuliah kita selesai. Kita yang menentukan studi apa yang akan kita pelajari lebih lanjut, yang sedikit banyak juga berpengaruh pada hal apa yang akan kita lakukan setelah kehidupan kampus. Kita mulai menentukan semuanya disini, di tahap kehidupan kampus ini.



*Dibuat di tengah galaunya memikirkan jalan studi apa yang akan di tempuh, tempat Kerja Praktek apa yang harus dimasuki, dan memulai semester baru dengan mata kuliah yang sudah sangat kepalang basah untuk tidak terjun dalam dunia kemaritiman ini.

Rabu, 06 November 2013

TRUST

Posting kali ini merupakan curhat yang paling curhat, galau yang paling galau. Dengan perasaan sepenuh jiwa, sebisa yang saya bisa untuk ungkapkan.

TRUST atau Kepercayaan. Bisa terhadap seseorang atau sesuatu hal. Sebuah kepercayaan adalah kegiatan yang tidak mungkin bisa dicapai dalam semalam saja, dibutuhkan jalan yang panjang berliku mingguan bulanan tahunan untuk mendapatkan sebuah kepercayaan. Untuk mencari kepercayaan terhadap Tuhan pun manusia juga membutuhkan waktu yang panjang, seperti diceritakan dalam kisah Nabi Ibrahim yang mencari Tuhannya. Begitu pula membangun suatu kepercayaan dalam sebuah hubungan. Bisa dalam pertemanan, percintaan, rumah tangga. Tentunya tidak dalam hitungan hari kita dapat percaya pada seseorang, bahkan teman atau pasangan terdekat sekalipun.
Kita menjadi dekat dan percaya karena berbagai pengalaman dan waktu yang kita lalui bersama.

Lalu pertanyaan yang muncul, apakah kepercayaan yang telah tertanam lama itu bisa begitu aja hilang karena suatu hal kecil yang tidak sebanding dengan proses yang telah dilaluinya?

Saya belum mendapatkan analogi yang tepat dalam menggambarkan kepercayaan. Apakah itu dibangun seperti rumah atau bangunan yang kokoh, ataupun hanya dibangun seperti tumpukan batu bundar yang semakin keatas semakin mengecil atau sebaliknya. Yang saya ingin pertanyakan pada gambaran ini adalah bagaimana jika kepercayaan ini dirusak oleh sesuatu yang cukup kecil. Jika kepercayaan bagaikan sebuah rumah atau bangunan yang kokoh, jika dilempari suatu barang yang cenderung kecil maka ia akan bertahan, walopun rusak baik sedikit ataupun parah, tapi tetap berdiri dengan kokohnya. Tapi bagaimana kalau kepercayaan ini hanyalah seperti tumpukan batu bundar dalam permainan kesetimbangan ala jepang? Pastinya dengan sekali lemparan kerikil saja kepercayaan ini akan rusak tak karuan.



Tapi bukankah waktu dan berbagai pengalaman itu yang merekatkan setiap kepingan kepercayaan seperti semen yang melekatkan satu bata dengan bata yang lain, yang mengelas satu baja dengan sambungan baja lain.

Kalau begitu masih mungkinkah kepercayaan itu runtuh begitu saja?

Kamis, 06 Juni 2013

Mimpi hari ini

Mimpi itu bisa berubah

Dari kecil saya mungkin termasuk anak yang tidak punya banyak mimpi, tidak tahu apa cita-cita saya nantinya. Banyak anak kecil yang dari masih belum tahu arti 'dokter' udah bercita-cita jadi dokter. Saya sebenarnya cukup penasaran, kenapa di Indonesia ini setiap anak kecil pasti bermipi jadi dokter ya? Salah asuhan kah? Beruntung sedari saya tumbuh orang tua saya tidak pernah menjejali saya dengan mimpi yang terlalu umum itu. Jadilah saya ketika kecil ketika ditanya cita-citanya jadi apa? Saya berpikir sejenak, profesi yang saya tahu waktu itu hanya 'dokter' dan 'insinyur', meskipun saya tidak benar-benar tahu insinyur itu seperti apa tapi berhubung dokter sudah terlalu mainstream, jadilah saya selalu menjawab 'Insinyur'!

Mimpi saya kembali diuji ketika memasuki masa-masa akhir SMA. Saya yang dari SD SMP SMA tidak pernah tahu dan tidak pernah berencana akan berlanjut kemana jalan hidup saya nantinya mulai bertanya pada diri saya sendiri. "Setelah lulus SMA ini aku akan melanjutkan kuliah dimana ya?". Blank. Kosong. Saya tidak punya pelajaran favorit. Keahlian saya hanya menggambar saat itu. Ingin melanjutkan kuliah di jurusan desain tapi pasti akan dipandang sebelah mata oleh orang-orang. Lihat daftar jurusan di UNAIR kok merasa tidak ada yang cocok. ITB jauh, mahal, dan saya masih minder. Jadilah saya bertekad masuk ITS. Jurusannya? Yang ada hubungannya dengan gambar tapi juga terkenal, ya Arsitek. Saya pun mulai membangun mimpi untuk menjadi arsitek.

Baru juga membuat mimpi jadi arsitek. Datang cobaan lagi. Kali ini dari dalam diri, dari ayah juga sih. Setelah fix harus mengikuti SNMPTN Tulis (whatever it will be named) kembali ada pertanyaan. 'Kalau milih arsitek yakin bisa masuk? Saingannya banyak banget lho.' Dan ternyata menjadi arsitek itu juga udah terlalu mainstream saat ini. Coba tanyakan pada siswa SMA di seantero Indonesia, kuliah mau masuk mana? Pasti 70-80% menjawab dengan lantang 'Teknik!'. 'Tekniknya teknik apa?'. Pasti jawaban yang muncul tidak jauh dari seputar Teknik Sipil, Teknik Mesin, Teknik Elektro, dan Arsitek. Baru-baru ini Teknik Kimia juga ikut menjadi favorit siswa-siswi SMA. Lalu saya harus milih apa? Karena SNMPTN ini taruhan untuk hidup saya kedepannya. Hingga setelah memperhitungkannya masak-masak. Saya pilih Teknik Kelautan.

Ini ngomongin mimpi kan? Kenapa jadi nyambungnya cerita saya ya?
Okai, kembali ke mimpi. Mimpi saya yang tidak konsisten sekarang kembali berubah. Kali ini semua tentang anjungan minyak lepas pantai, masyarakat umum menyebutnya rig, kuliah saya menyebutnya platform atau offshore structure. Siapa yang akan menyangka, dulu mungkin tidak pernah terbersitkan sedikitpun di pikiran saya untuk bermimpi bekerja di anjungan minyak lepas pantai. Tapi sekarang, setelah dicekokin 4 semester segala tentang anjungan. Saya jadi mempunyai sebuah impian baru, yang semoga bisa konsisten untuk kedepannya..

Saya ingin bekerja di anjungan migas lepas pantai di Laut Utara.
Saya memimpikan gelombang lautnya.
Saya memimpikan angin kencangnya.
Saya memimpikan udara dinginnya.

Hidup di Alaska, dan sekarang Norway, adalah satu dari mimpi-mimpi saya yang lain. Saya juga masih punya mimpi untuk keliling dunia. Saya punya mimpi untuk mempunyai sebuah cottage dengan atap terbuka di daerah utara untuk melihat aurora. Saya punya mimpi untuk membuat orang tua saya bahagia dan bangga. Saya masih bermimpi untuk menikah dan membangun hidup dengan kekasih saya. Dan masih banyak mimpi-mimpi lain untuk diperjuangkan.

Karena hidup masih panjang.

Mimpi mungkin masih terus berubah.

Karena mimpi adalah refleksi dari keinginan seseorang atas apa yang telah didapatnya saat ini, apa yang sedang dipertahankannya.