Rabu, 04 Juni 2014

Seimbang

Tiba-tiba ingin menulis blog tengah malam begini

Sekarang bulan Juni,satu bulan sebelum bulan juli. Emang di bulan Juli ada apa aja? Tahun ini sih bulan Juli lagi padat-padatnya. Yang paling utama bulan Juli tahun ini termasuk bulan Ramadhan,waktunya puasa dan kembali mendekatkan diri padaNya. Yang kedua bulan Juli tahun ini ada pemilihan Presiden Indonesia periode 2014-2019,ini nih yang jadi inspirasi tulisan ini. Yang ketiga keempat sih gak terlalu penting ya,cuma karena bulan Juli tahun ini ultah saya tepat dengan Hari Raya Idul Fitri dan jadwal Kerja Praktek yang juga di bulan Juli tapi masih belum pasti. Oke skip yang ini.

Di sini saya ingin bicara (or menulis) masalah tren yang lagi happening menjelang pilpres tahun ini. Ya sejak dulu reformasi dimulai, masa-masa sebelum pilpres selalu dikenal dengan kegiatan "Kampanye"nya. Kampanye sendiri dalam kbbi artinya ~ kam·pa·nye n 1 gerakan (tindakan) serentak (untuk melawan, mengadakan aksi, dsb); 2 kegiatan yg dilaksanakan oleh organisasi politik atau calon yg bersaing memperebutkan kedudukan dl parlemen dsb untuk mendapat dukungan massa pemilih dl suatu pemungutan suara ~ itu.
Tapi rupanya akhir-akhir ini tren cenderung berubah.
Perubahan pertama,karena sekarang jamannya social media jadi kampanye tahun ini kebanyakan bersarang di social media. Ini masih positif.
Nah tren yang kedua. Kampanye tahun ini bukan dilakukan dengan jalan menonjolkan visi misi or kehebatan para capres yang diusung. Tapi tren saat ini adalah dengan saling menjelek-jelekkan lawan (atau mungkin menjelekkan diri sendiri atas nama lawan) dengan berbagai kelemahannya. Si capres A dijelekkan sebagai seorang pelanggar HAM,dsb. Sedangkan si capres B dijelekkan sebagai boneka,antek barat,bahkan isu-isu SARA lainnya.
Parahnya lagi,lokasi saling ejeknya sudah gak jaman di jalanan. Yang ada sekarang saling ejek di social media. Tiap buka facebook isinya akun ini menyerang si A,akun itu menyerang si B. Tidak tanggung-tanggung,mereka yang terjebak dalam permainan saling cemooh ini mulai dari teman-teman satu kampus,alumni yang udah kerja di perusahaan besar,hingga suatu sistus yang mengusung keislaman.

Yang saya ingin kedepankan disini adalah mengenai 'KESEIMBANGAN'. Saya dari dulu selalu berusaha berpikir seimbang. Berpikir seimbang yang saya maksud disini adalah tidak menilai negatif satu pihak saja. Se-salah-salah-nya seseorang pasti ada sebuah alasan di balik semua itu. Prinsip saya dalam melihat suatu kasus yang melibatkan dua pihak atau lebih adalah cobalah untuk menempatkan diri kita sebagai semua pihak,bukan pihak tertentu saja. Baru ditarik kesimpulan dan jalan tengahnya bagaimana.

Pada kasus capres ini saya mengajak semua orang untuk Berpikir Seimbang. Jangan karena anda pendukung salah satu calon maka calon yang lain dapat anda jelek-jelekkan dan cemooh semaunya sendiri. Mereka juga manusia,mereka juga punya hati. Apakah kita mau diri kita dianggap sebagai pembunuh,penculik,pembohong,tidak beragama,hanya boneka,dan sebagainya. Kalaupun benar salah satu capres kita adalah penculik demonstran,maka tentunya dia punya alasan. Bisa saja itu karena perintah atasan,atau dalam upaya mengamankan negeri. Jika benar juga capres yang lain hanya boneka memangnya kenapa? Bukankah kita juga boneka dari orang tua,bos,ataupun mereka yang lebih memiliki kuasa?
Para capres itu memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing,hendaknya kita yang HANYA bertindak sebagai pemilih bersikap wajar saja dalam menanggapinya,tinggal pilih mana yang terbaik bagi masa depan kita. Kalau bisanya cuma protes sana sini,kenapa gak nyalonin aja jadi capres juga?

Prinsip Berpikir Seimbang ini hendaknya kita aplikasikan tidak hanya dalam menanggapi capres, namun juga dalam melihat permasalahan sehari-hari. Mulai dari masalah dimarahin ortu, pacar, hingga menentukan aliran keagamaan. Kita tidak dapat seenaknya saja berpikir dan menganggap kita adalah yang paling benar. Karena kebenaran itu sangat subjektif saat ini. Cobalah untuk memahami orang dan pemikiran lain. Jika memang tidak dapat untuk disatukan,maka hormatilah mereka. Bukankah melangkah bersama-sama meskipun tujuan akhirnya berbeda itu lebih baik,dari pada mengambil jalan yang berlawanan sejak awal?

Hidup itu harus seimbang.

Salah-Benar, terutama saat ini. hanyalah dua ruang yang disekat oleh selembar kain tipis.
Semu.



Catatan tengah malam di bulan Juni

Rabu, 05 Februari 2014

Kuliah

Setelah tiga tahun mengenyam bangku kuliah, dan setelah melihat perkembangan teman-teman dan diri saya sendiri, tiba-tiba saya menyadari satu hal.

Yes, We have grown up.

Coba kita sedikit flashback ke masa lalu, jaman SMA, masa yang paling indah katanya. Menurut saya semua tahap di hidup kita memiliki kesannya masing-masing. Semua ada enak-gak enak nya. Di setiap tahap itu juga pasti ada teman dan sahabat yang silih berganti. Yang ingin saya bicarakan disini adalah mengenai kedewasaan. Pada tahap SMA kita masih terjebak dengan kehidupan remaja, masih belum memikirkan mau kemana, jadi apa kita nantinya. Semua masih se-kehendak orang tua, atau kehendak guru juga mungkin. Hidup hanya untuk sekolah dan bermain.

Lalu lihat kita yang sekarang. Tahap kuliah benar-benar akan mengubah hidup anda. Apa yang anda,  kita ambil sebagai jurusan kita adalah masa depan yang kita tentukan. Mungkin tidak seratus persen, tapi banyak persen yang kita ambil, kita lakukan di dunia perkuliahan akan berpengaruh pada tahapan kehidupan kita nantinya. Bisa dikatakan pintu gerbang untuk sisa hidup kita kedepannya. Di sinilah kedewasaan kita berkembang. Kita akan menentukan hidup kita sendiri, kita akan jadi apa nantinya, dua tahun kedepan, lima tahun kedepan, sepuluh tahun kedepan. Kita yang menentukan kapan kuliah kita selesai. Kita yang menentukan studi apa yang akan kita pelajari lebih lanjut, yang sedikit banyak juga berpengaruh pada hal apa yang akan kita lakukan setelah kehidupan kampus. Kita mulai menentukan semuanya disini, di tahap kehidupan kampus ini.



*Dibuat di tengah galaunya memikirkan jalan studi apa yang akan di tempuh, tempat Kerja Praktek apa yang harus dimasuki, dan memulai semester baru dengan mata kuliah yang sudah sangat kepalang basah untuk tidak terjun dalam dunia kemaritiman ini.

Rabu, 06 November 2013

TRUST

Posting kali ini merupakan curhat yang paling curhat, galau yang paling galau. Dengan perasaan sepenuh jiwa, sebisa yang saya bisa untuk ungkapkan.

TRUST atau Kepercayaan. Bisa terhadap seseorang atau sesuatu hal. Sebuah kepercayaan adalah kegiatan yang tidak mungkin bisa dicapai dalam semalam saja, dibutuhkan jalan yang panjang berliku mingguan bulanan tahunan untuk mendapatkan sebuah kepercayaan. Untuk mencari kepercayaan terhadap Tuhan pun manusia juga membutuhkan waktu yang panjang, seperti diceritakan dalam kisah Nabi Ibrahim yang mencari Tuhannya. Begitu pula membangun suatu kepercayaan dalam sebuah hubungan. Bisa dalam pertemanan, percintaan, rumah tangga. Tentunya tidak dalam hitungan hari kita dapat percaya pada seseorang, bahkan teman atau pasangan terdekat sekalipun.
Kita menjadi dekat dan percaya karena berbagai pengalaman dan waktu yang kita lalui bersama.

Lalu pertanyaan yang muncul, apakah kepercayaan yang telah tertanam lama itu bisa begitu aja hilang karena suatu hal kecil yang tidak sebanding dengan proses yang telah dilaluinya?

Saya belum mendapatkan analogi yang tepat dalam menggambarkan kepercayaan. Apakah itu dibangun seperti rumah atau bangunan yang kokoh, ataupun hanya dibangun seperti tumpukan batu bundar yang semakin keatas semakin mengecil atau sebaliknya. Yang saya ingin pertanyakan pada gambaran ini adalah bagaimana jika kepercayaan ini dirusak oleh sesuatu yang cukup kecil. Jika kepercayaan bagaikan sebuah rumah atau bangunan yang kokoh, jika dilempari suatu barang yang cenderung kecil maka ia akan bertahan, walopun rusak baik sedikit ataupun parah, tapi tetap berdiri dengan kokohnya. Tapi bagaimana kalau kepercayaan ini hanyalah seperti tumpukan batu bundar dalam permainan kesetimbangan ala jepang? Pastinya dengan sekali lemparan kerikil saja kepercayaan ini akan rusak tak karuan.



Tapi bukankah waktu dan berbagai pengalaman itu yang merekatkan setiap kepingan kepercayaan seperti semen yang melekatkan satu bata dengan bata yang lain, yang mengelas satu baja dengan sambungan baja lain.

Kalau begitu masih mungkinkah kepercayaan itu runtuh begitu saja?

Kamis, 06 Juni 2013

Mimpi hari ini

Mimpi itu bisa berubah

Dari kecil saya mungkin termasuk anak yang tidak punya banyak mimpi, tidak tahu apa cita-cita saya nantinya. Banyak anak kecil yang dari masih belum tahu arti 'dokter' udah bercita-cita jadi dokter. Saya sebenarnya cukup penasaran, kenapa di Indonesia ini setiap anak kecil pasti bermipi jadi dokter ya? Salah asuhan kah? Beruntung sedari saya tumbuh orang tua saya tidak pernah menjejali saya dengan mimpi yang terlalu umum itu. Jadilah saya ketika kecil ketika ditanya cita-citanya jadi apa? Saya berpikir sejenak, profesi yang saya tahu waktu itu hanya 'dokter' dan 'insinyur', meskipun saya tidak benar-benar tahu insinyur itu seperti apa tapi berhubung dokter sudah terlalu mainstream, jadilah saya selalu menjawab 'Insinyur'!

Mimpi saya kembali diuji ketika memasuki masa-masa akhir SMA. Saya yang dari SD SMP SMA tidak pernah tahu dan tidak pernah berencana akan berlanjut kemana jalan hidup saya nantinya mulai bertanya pada diri saya sendiri. "Setelah lulus SMA ini aku akan melanjutkan kuliah dimana ya?". Blank. Kosong. Saya tidak punya pelajaran favorit. Keahlian saya hanya menggambar saat itu. Ingin melanjutkan kuliah di jurusan desain tapi pasti akan dipandang sebelah mata oleh orang-orang. Lihat daftar jurusan di UNAIR kok merasa tidak ada yang cocok. ITB jauh, mahal, dan saya masih minder. Jadilah saya bertekad masuk ITS. Jurusannya? Yang ada hubungannya dengan gambar tapi juga terkenal, ya Arsitek. Saya pun mulai membangun mimpi untuk menjadi arsitek.

Baru juga membuat mimpi jadi arsitek. Datang cobaan lagi. Kali ini dari dalam diri, dari ayah juga sih. Setelah fix harus mengikuti SNMPTN Tulis (whatever it will be named) kembali ada pertanyaan. 'Kalau milih arsitek yakin bisa masuk? Saingannya banyak banget lho.' Dan ternyata menjadi arsitek itu juga udah terlalu mainstream saat ini. Coba tanyakan pada siswa SMA di seantero Indonesia, kuliah mau masuk mana? Pasti 70-80% menjawab dengan lantang 'Teknik!'. 'Tekniknya teknik apa?'. Pasti jawaban yang muncul tidak jauh dari seputar Teknik Sipil, Teknik Mesin, Teknik Elektro, dan Arsitek. Baru-baru ini Teknik Kimia juga ikut menjadi favorit siswa-siswi SMA. Lalu saya harus milih apa? Karena SNMPTN ini taruhan untuk hidup saya kedepannya. Hingga setelah memperhitungkannya masak-masak. Saya pilih Teknik Kelautan.

Ini ngomongin mimpi kan? Kenapa jadi nyambungnya cerita saya ya?
Okai, kembali ke mimpi. Mimpi saya yang tidak konsisten sekarang kembali berubah. Kali ini semua tentang anjungan minyak lepas pantai, masyarakat umum menyebutnya rig, kuliah saya menyebutnya platform atau offshore structure. Siapa yang akan menyangka, dulu mungkin tidak pernah terbersitkan sedikitpun di pikiran saya untuk bermimpi bekerja di anjungan minyak lepas pantai. Tapi sekarang, setelah dicekokin 4 semester segala tentang anjungan. Saya jadi mempunyai sebuah impian baru, yang semoga bisa konsisten untuk kedepannya..

Saya ingin bekerja di anjungan migas lepas pantai di Laut Utara.
Saya memimpikan gelombang lautnya.
Saya memimpikan angin kencangnya.
Saya memimpikan udara dinginnya.

Hidup di Alaska, dan sekarang Norway, adalah satu dari mimpi-mimpi saya yang lain. Saya juga masih punya mimpi untuk keliling dunia. Saya punya mimpi untuk mempunyai sebuah cottage dengan atap terbuka di daerah utara untuk melihat aurora. Saya punya mimpi untuk membuat orang tua saya bahagia dan bangga. Saya masih bermimpi untuk menikah dan membangun hidup dengan kekasih saya. Dan masih banyak mimpi-mimpi lain untuk diperjuangkan.

Karena hidup masih panjang.

Mimpi mungkin masih terus berubah.

Karena mimpi adalah refleksi dari keinginan seseorang atas apa yang telah didapatnya saat ini, apa yang sedang dipertahankannya.





Rabu, 05 Juni 2013

Rainy Night

Still rainy outside.
Getting harder.

I'm lack of books to read. Once my Professor said "Read as much as you can! Read anything! The more you know about something, the more you can easily talk to other people. The more you get link and relation." And I'm stuck here with nothing to read. Actually every single day I always read. But most of them spent with reading my Twittter timeline. Also reading news portal, Kaskus, and spending my time in 9gag. That's my daily routine. I know too much time for social network will kill you. But yaa..back to last post..I haven't changed my life yet. So when will it be?

'Person is what he/she read'

So I consider to being neutral in my life. I will read both from each side. You can't be too right, you'll need a little left on your shoulder. But too much right is just better than too much left.
Soekarno choose the left side, because the right side is not so right  nowdays.
Maybe being not-so-mainstream is a must. Being anti-mainstream is way better, even if it's rough.

I pretend to be myself.

I proud to be what I am, and what I would be.

And I have sudden thought..

..maybe I'll write a book someday.

Midnight post

00.30

Rain fell in the middle of the night.

Randomly want to write in this cool midnight.
Yeaa..I always sleep late these days.
Usually at 1 a.m.

Okay let's write some light thinks.

This afternoon I met people I envy for. They are two of my friends in college. They both so active in many events and organization. I envy them. Think they're one step forward from mine. Holding good position in their organization. Doing things for develops their skills. One of them has just came from Indonesian Youth Summits in Bandung last week. And the other currently participate on some kind of Leadership Camp, and pointed as 5 best presentation. One also can do design job, better than me maybe. The other can presented his slide so awesomely. Both are religious too. What a perfect combination.

And so am I. Sitting here. Do nothing. Not good in my subjects. Neither in everything else.

I want to change the world. But I haven't changed my life yet.
So what else can I do?

Random mind at midnight.

Sabtu, 16 Maret 2013

Suddenly love this quote by Eintein

"Your question [about God] is the most difficult in the world. It is not a question I can answer simply with yes or no. I am not an Atheist. I do not know if I can define myself as a Pantheist. The problem involved is too vast for our limited minds. May I not reply with a parable? The human mind, no matter how highly trained, cannot grasp the universe. We are in the position of a little child, entering a huge library whose walls are covered to the ceiling with books in many different tongues. The child knows that someone must have written those books. It does not know who or how. It does not understand the languages in which they are written. The child notes a definite plan in the arrangement of the books, a mysterious order, which it does not comprehend, but only dimly suspects. That, it seems to me, is the attitude of the human mind, even the greatest and most cultured, toward God. We see a universe marvelously arranged, obeying certain laws, but we understand the laws only dimly. Our limited minds cannot grasp the mysterious force that sways the constellations"